Friday, December 21, 2012

PRESS RELEASE : THE TRIANGLE ALBUM


Press Release
The Triangle: The Triangle Album 
By Maradilla Syachridar


Tutup matamu, sepertinya itulah ajakan yang tergambar di ilustrasi cover album yang begitu menarik ini. Lapisan-lapisan segitiga yang ada di tengah covernya semakin mengecil, membuat kita penasaran untuk merasakan, mendengar, membuka, dan menguliti satu persatu elemen emosi dari lagu-lagu yang terekam di album ini.

Push tight, down low. Take flight, here we go. “Great Below” menjadi lagu pembuka yang megah, dan berhasil membuat kita ingin mendengarkan lagu-lagu mereka selanjutnya.

So here we go.
Setelah proses pembuatan album kurang lebih selama setahun, The Triangle rilis pada bulan November tahun 2012, yang merupakan debut album pertama dari band ini. Album The Triangle memuat sepuluh lagu yang menonjolkan unsur indie rock, dari lagu pembuka, hingga beberapa diantaranya yaitu “Moving On” yang melankolis, “One Sided Affair” dengan sentuhan vocal Risa Saraswati, satu-satunya lagu berbahasa Indonesia, “Tentang Kita” (terinspirasi dari lagu Dewi Lestari, “Malaikat Juga Tahu”) atau “How Could You” dengan ciri khas musik The Triangle yang maskulin, yang menjadi single perdana mereka di album ini. Setiap lagu bagi mereka tampaknya adalah petualangan, maka kita akan menemukan kejutan-kejutan menarik baik dari lirik maupun aransemennya.

Berawal dari sesi open mic di Beat ‘n Bite, The Triangle terbentuk pada tahun 2010, yang merupakan kelanjutan dari ide Riko Prayitno (bass), Fikri Hadiansyah (gitar), dan Cil Hardianto Satriawan (gitar dan vokal) untuk membuat sebuah projek musik akustik. Pada perjalanannya, konsep ini berkembang seiring dengan kebutuhan dan latar belakang musik yang berbeda, juga keinginan para masing-masing personel yang ingin memperlihatkan sisi lain dari mereka pribadi. Satu pertanyaan saya kala itu ketika mengetahui The Triangle beranggotakan Riko adalah, apakah saya akan mendengarkan lagu-lagu dengan nuansa retro tahun 70an ala Mocca? Ternyata tidak. Mungkin inilah alasan mengapa Cil (yang juga personil Hastag), Harry “Koi” (yang juga personil The Ansaphone), dan Fikri (yang juga personel Vincent Vega) hadir, untuk menguatkan konsep bermusik The Triangle yang sukses membawa saya nostalgia ke era music 90an.
Fly away, I’m okay. Fly away, I’ll be okay probably.

Menarik sekali mendengarkan album ini. Mengingat bahwa The Triangle lahir di Bandung, jika mendengar lagu-lagunya, ada suasana kota kelahiran yang terekam di dalamnya, dari kehangatan orang-orangnya, momen seseorang yang ingin meninggalkan comfort zone, sesuatu yang artsy, sentuhan dark, gloomy, kebahagiaan ,atau bahkan emosi dari cuaca kota yang tidak menentu, dari hujan besar hingga siang panas, dan mudahnya orang-orang di kota ini untuk terbawa suasana. Mungkin itulah yang The Triangle ingin ungkapkan dalam album ini. Momen nostalgia. Dan jika kamu membutuhkan sesuatu yang organik, tapi tidak terlalu akustik, maka mereka dapat menjadi penghiburan bagi orang-orang yang terlalu sering mendengarkan lagu-lagu akustik folk mendayu-dayu atau musik elektronik era masa kini.– (MS)
Catatan penulis:
The Triangle sedikit membocorkan ide tak terduga mereka tentang “virus” yang mereka sebarkan, virus itu berupa barcode yang tinggal kita scan, lalu kita dapat langsung terhubung dengan perkembangan bermusik mereka secara visual (video clip, live bootleg, dll). Temukan barcode itu di akun twitter mereka, blog, media massa, atau mungkin saja di kaca belakang mobilmu!

Maradilla Syachridar adalah musisi dan penulis yang baru saja merilis buku ”Memoritmo” kumpulan catatan 14 penulis tentangg lagu yang bermakna dalam hidup yang melibatkan beberapa orang penting seperti Cholil “ERK”, Eross Candra , Tika, Ade Paloh, Hasief, Anto Arief dll. Follow her tweet @maradilla and visit www.maradilla.com

No comments:

Post a Comment